Suku Bangsa Jawa
Suku Jawa adalah salah satu suku di Indonesia yang paling banyak jumlahnya, menempati seluruh daerah Tawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat mereka menggunakan
bahasa jawa secara keseluruhan, hanya saja terdapat perbedaan dialek (logat) di
daerah-daerah tertentu. Suku bangsa Jawa termasuk suku bangsa yang telah mengalami pergeseran nilai
kebudayaannya, karena sejak zaman dahulu hingga saat ini telah banyak mendapat
pengaruh dari berbagai kebudayaan, seperti : kebudayaan Hindu, Budha,
Islam dan Eropa (kebudayaan barat). Berikutnya mari kita lihat lebih dalam tentang Suku Jawa.
Sistem Kekerabatan di Suku Jawa
Dalam sistem kekerabatan Suku Jawa keturunan dari Ibu dan Ayah dianggap sama
haknya, dan warisan anak perempuan sama dengan warisan laki-laki,
tetapi berbeda dengan banyak suku bangsa yang lain, yang ada Indonesia.
Misalnya, dengan suku-suku Batak di Sumatra Utara, masyarakat Jawa
tidak mengenal sistem marga. Susunan kekerabatan Suku Jawa berdasarkan
pada keturunan kepada kedua belah pihak yang di sebut Bilateral atau
Parental yang menunjukan sistem penggolongan menurut angkatan-angkatan.
Walaupun hubungan kekerabatan di luar keluarga inti tidak begitu ketat
aturannya, namun bagi orang Jawa hubungan dengan keluarga jauh adalah
tetap penting.
Masyarakat Jawa dalam hal
perkawinan melalui beberapa tahapan. Biasanya seluruh rangkaian acara
perkawinan berlangsung selama kurang lebih dua bulan, mencangkup :
- Nontoni; Melihat calon istri dan keluarganya, dengan mengirim utusan (wakil).
- Nglamar (meminang); Tahapan setelah nontoni apabila si gadis bersedia dipersunting.
- Paningset ; Pemberian harta benda, berupa pakaian lengkap disertai cincin kawin.
- Pasok Tukon ; Upacara penyerahan harta benda kepada keluarga si gadis berupa uang,pakaian,perhiasan dan sebagainya, diberikan tiga hari sebelum pernikahan.
- Pingitan (Di pingit); Calon istri tidak diperbolehkan keluar rumah selama 7 hari atau 40 hari sebelum perkawinan.
- Tarub ; Mempersiapkan perlengkapan perkawianan termasuk menghias rumah dengan janur kuning.
- Siraman ; Upacara mandi bagi calon pengantin wanita yang dilanjutkan dengan selamatan.
- Ijab Kabul (Akad Nikah); Upacara pernikahan dihadapan penghulu, disertai orang tua atau wali dan saksi-saksi.
- Temon (Panggih manten); Saat pertemuan pengantin pria dengan wanita.
- Ngunduh Mantu (ngunduh temanten) ; Memboyong pengantin wanita kerumah pengantin pria yang disertai pesta ditempat pengantin pria.
Jika di dalam perkawinan ada
masalah antara suami istri maka dapat dilakukan "Pegatan" (Perceraian).
Jika istri menjatuhkan cerai di sebut "talak" sedangkan istri meminta
cerai kepada suami di sebut "talik". Jika keinginan isteri tidak di
kabulkan oleh suami istri mengajukan ke pengadilan maka di sebut
"rapak". Jika ingin kembali lagi jenjang waktunya mereka rukun kembali
adalah 100 hari di namakan "rujuk" jika lebih dari 100 hari dinamakan
"balen" (kembali). Setelah cerai seorang janda boleh menikah dengan yang
lain setelah "masa Iddah".
Ada juga bentuk perkawinan lain selain sistem lamaran tadi,yaitu :
>Perkawinan magang.
>Perkawinan triman.
>Perkawinan ngunggah-ngunggahi.
>Perkawinan paksa
Penjelasannya sebagai berikut :
1. Sistem perkawinan magang atau ngenger,
yaitu perkawinan yang terjadi antara
perjaka yang telah mengabdikan diri
kepada keluarga atau orang tua si gadis.
2. Sistem perkawinan triman, yaitu sistem
perkawinan dengan sistem mendapatkan
istri karena pemberian atau penghadiahan
dari salah satu lingkungan keluarga
tertentu, misalnya keluarga keraton atau
keluarga priyayi.
3. Sistem perkawinan ngunggah-unggahi,
yaitu sistem perkawinan yang melakukan
pelamaran adalah pihak si gadis kepada
perjaka. Hal ini terjadi misalnya pada
masyarakat Lamongan dan Bojonegoro.
4. Sistem perkawinan paksa, yaitu sistem
perkawinan yang terjadi antara seorang
perjaka dan gadis atau kemauan kedua
orang tua tersebut. Pada umumnya
perkawinan ini banyak terjadi pada
perkawinan anak-anak atau perkawinan
masa lampau.
yaitu perkawinan yang terjadi antara
perjaka yang telah mengabdikan diri
kepada keluarga atau orang tua si gadis.
2. Sistem perkawinan triman, yaitu sistem
perkawinan dengan sistem mendapatkan
istri karena pemberian atau penghadiahan
dari salah satu lingkungan keluarga
tertentu, misalnya keluarga keraton atau
keluarga priyayi.
3. Sistem perkawinan ngunggah-unggahi,
yaitu sistem perkawinan yang melakukan
pelamaran adalah pihak si gadis kepada
perjaka. Hal ini terjadi misalnya pada
masyarakat Lamongan dan Bojonegoro.
4. Sistem perkawinan paksa, yaitu sistem
perkawinan yang terjadi antara seorang
perjaka dan gadis atau kemauan kedua
orang tua tersebut. Pada umumnya
perkawinan ini banyak terjadi pada
perkawinan anak-anak atau perkawinan
masa lampau.
Agama di Suku Jawa
Suku Jawa mayoritas memeluk
agama Islam. Sebagian yang lain memeluk agama Nasrani, Hindu, Budha, dan aliran Kejawen. Suku Jawa yang menganut aliran kepercayaan (Kejawen) percaya bahwa hidup di dunia ini sudah
diatur dalam alam semesta, sehingga mereka bersikap pasrah kepada
takdir dan bersikap "Nrima" ( pasrah ). Suku Jawa yang memeluk agama Islam
di bedakan menjadi dua, yaitu "Islam Santri" dan "Islam Kejawen",
disamping itu masih banyak orang-orang Jawa yang percaya kepada kekuatan gaib yaitu
kekuatan yang melebihi kekuatan lain (supranatural) kebanyakan menyebutnya dengan istilah "Kasekten"
(kesaktian). Selain itu juga percaya kepada arwah leluhur dan
makhluk-makhluk halus seperti memedi, tuyul, lelembut dan jin.
Selain itu masyarakat Jawa
percaya terhadap hal-hal tertentu yang dianggap keramat, yang dapat
mendatangkan malapetaka jika di tentang atau diabaikan. Kepercayaan itu
diantaranya :
Kepercayaan terhadap Nyi roro kidul
Kepercayaan kepada hari kelahiran (Weton)
Kepercayan terhadap hari-hari yang dianggap baik
Kepercayaan kepada Nitowong
Kepercayaan kepada dukun prewangan
Masyarakat suku jawa khususnya
yang berada di pedesaan sering kali mengadakan upacara selamatan untuk
tujuan tertentu yang biasanya dipimipin oleh seorang "Modin" dalam
membaca doa. Upacara seperti itu di golongkan menjadi 6 macam antara
lain :
Selamatan memperingati siklus hidup
Selamatan berkaitan dengan kehidupan Desa
Selamatan menjelang pernikahan
Selamatan berkaitan dengan kejadian tertentu
Selamatan untuk memperingati hari besar keagamaan
Selamatan memperingati meninggalnya seseorang.
Kekerabatan Suku Jawa
Sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral (garis keturunan diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu). Dengan prinsip bilateral atau parental ini maka ego mengenal hubungannya dengan sanak saudara dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga, yang disebut sanak saudulur (kindred). Khusus di daerah Yogyakarta bentuk kerabat disebut alur waris (sistem trah), yang terdiri dari enam sampai tujuh generasi.
Dari sistem kekerabatan ini maka:
- Seorang Ego mempunyai dua orang kakek dan dua orang nenek.
- Suku Jawa mengenal keluarga luas (kindred).
- Hak dan kedudukan anak laki-laki dan perempuan sama, dimata hukum.
- Adat setelah menikah adalah Neolokal.
- Perkawinannya bersifat Eksogami, meskipun ada yang melakukan perkawinan 'Cross Cousin'.
- Perkawinan yang dilarang antara lain:
b. perkawinan pancer lanang (perkawinan antara anak-anak dari dua orang tua yang bersaudara laki-laki.
c. Kawin lari.
Dalam adat Suku Jawa mengenal (diijinkan) perkawinan Ngarang Wulu yaitu perkawinan duda dengan saudara perempuan istrinya yang sudah meninggal (sororat).
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah-istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang didalam kelompok kerabatnya adalah sebagai berikut.
a. Ego menyebut orang tua laki-laki dengan Bapak atau Rama.
b. Ego menyebut orang tua perempuan dengan Simbok atau Biyung.
c. Ego menyebut kakak laki-laki dengan Kamas, Mas, Kakang Mas, Kakang, Kang.
d. Ego menyebut kakak perempuan dengan Mbak Yu, Mbak, Yu.
e. Ego menyebut adik laki-laki dengan Adhi, Dhimas, Dik, Le.
f. Ego menyebut adik perempuan dengan Adhi, Dhi Ajeng, Ndhuk, Dhenok.
g. Ego menyebut kakak laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pak Dhe, Siwa, Uwa.
h. Ego menyebut kakak perempuan dari ayah atau ibu dengan Bu Dhe, Mbok Dhe, Siwa.
i. Ego menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Paman, Pak Lik, Pak Cilik.
j. Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan Bibi, Buklik, Ibu Cilik, Mbok Cilik.
k. Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan Eyang, Mbah, Simbah, Kakek, Pak Tua. Sebaliknya Ego akan disebut Putu.
l. Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan dua tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Buyut. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Putu Buyut, Buyut.
m. Ego menyebut orang tua laki-laki/perempuan tiga tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Canggah, Simbah Canggah, Eyang Canggah. Sebaliknya Ego akan disebut Putu Canggah, Canggah.
Di Yogyakarta tata cara sopan santun pergaulan seperti diatas berlaku diantara kelompok kerabat (kinship behavior). Bagi orang muda adalah keharusan menyebut seseorang yang lebih tua darinya baik laki-laki maupun perempuan dengan istilah tersebut diatas, karena orang yang lebih tua dianggap merupakan pembimbing, pelindung, atau penasehat kaum muda. Melanggar semua perintah dan nasihat kaum tua dapat menimbulkan sengsara yang disebut dengan kuwalat.
Budaya Suku Jawa
Budaya merupakan ciri yang
membedakan satu suku dengan yang lainnya. Tetapi yang akan di bahas
adalah budaya suku Jawa Tengah salah satu ciri dari suku Jawa Tengah
adalah kebudayaan tentang kerajaan yang ada di Jawa antara lain adalah
adanya sebuah kerajaan.
Contoh kerajaannya adalah
kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram ini berada di Yogyakarta yang di
pimpin oleh seorang Raja. Dari zaman itulah berasal monumen-monumen
bangunan Jawa Tengah besar yang pertama, yaitu Candi-candi syiwais di
daratan Dieng tidak lama kemudian Jawa Tengah kebawah kekuasaan dinasti
syailendra dari Sumatra yang menganut agama Budha yang sebenarnya tidak
perlu kita sebut disini kecuali karena selama kekuasaan mereka yang
hanya berlangsung selama 60-an tahun di sebelah barat Yogyakarta
sekarang didirikan setupa Budha di dunia yaitu Candi Borobudur.
Candi Borobudur di bangun
menurut tradisi jawa kuno sebagai candi yang berteras dan melambangkan
alam raya.dengan demikian borobudur merupakan mandala raksasa dalam
batu, suatu lingkaran mistik yang di samping fungsi simbolisnya,
sekaligus memiliki kekuatan nyata yang dapat menghasilkan bagi kaum
beriman apa yang di lambangkan itu. Mungkin juga bahwa candi Borobudur
sekaligus masih mempunyai maksud lain yaitu menjadi makam monumental
bagi raja syailendra yang berkuasa. Kalo begitu maka kebudayaan jawa
yang mengambil alih agama-agama asing untuk diabdikan dari dalam bagi
kepentingan sendiri, artinya untuk men-jawa-kannya. Tendensi jawanisasi
juga nampak dalam penggantian bahasa sangsakerta dengan bahasa jawa kuno
dan dalam perkembangan huruf jawa yang mulai pada waktu itu.
Kesenian Suku Jawa
Sistem kesenian suku jawa memiliki dua jenis yaitu, dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
a. Kesenian daerah Jawa Tengah
Wujud kesenian daerah Jawa Tengah bermacam-macam misalnya sebagai berikut :
1. Seni Tari Contoh : Seni tari tipe jawa tengah adalah tari serimpi.
2. Seni Tembang berupa lagu-lagu daerah jawa.
3. Seni Pewayangan merupakan wujud seni teater di jawa tengah.
4. Seni Teater tradisional, contohnya adalah ketoprak.
b. Kesenian daerah Jawa timur
Wujud kesenian daerah Jawa Timur serta Madura juga bermacam-macam,misalnya sebagai berikut :
1. Seni Tari dan teater antara lain tari ngremo, dan tari kuda lumping.
2. Seni Pewayangan antara lain wayang beber.
3. Seni Suara antara lain berupa lagu-lagu daerah.
4. Seni Teater tradisional antara lain ludruk dan kentrung.
c. Rumah adat tipe jawa,
antara lain corak limasan dan joglo. Rumah situbondo merupakan model
rumah adat jawa timur yang mendapat pengaruh dari rumah madura
d. Pakaian adat jawa,
pakaian pria jawa tengah adalah penutup kepala yang di sebut kuluk,
berbaju jas sikepan, korset dan kris yang terselip di pinggang. Memakai
kain batik dengan pola dan corak yang sama dengan wanita. Wanitanya
memakai kain kebaya panjang dengan batik sanggulnya disebut bakor
mengkurep yang diisi dengan daun pandan wangi.
Sistem Ekonomi Jawa
Sistem perekonomian masyarakat Jawa mencakup :
1) Pertanian
Yang
dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan dan perladangan
(tegalan), tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya jagung, ubi jalar,
kacang tanah, kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di
tegalan. Sawah juga ditanami tanaman perdagangan, seperti tembakau, tebu
dan rosella.
2) Perikanan
Adapun
usaha yang dilakukan cukup banyak baik perikanan darat dan perikanan
laut. Perikanan laut kebanyakan terjadi di pantai utara laut jawa. Peralatannya
berupa kail, perahu, jala dan jaring
3) Peternakan
Binatang ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik dan lain-lain.
4) Kerajinan
Kerajinan sangat maju terutama menghasilkan batik, ukir-ukiran, peralatan rumah tangga, dan peralatan pertanian.
Adapun mata pencaharian dalam
suku Jawa atau masyaraakat Jawa biasanya bermata pencaharian Bertani,
baik bertani di sawah maupun tegalan, juga Beternak pada umumnya
bersipat sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa bermata pencaharian
Nelayan yang biasanya dilakukan masyarakat pantai.
Sistem Kemasyarakatan dan Politik Suku Jawa
Masyarakat Jawa masih membedakan
antara golongan priyayi dan orang kebanyakan wong cilik, Golongan
priyayi atau bendara terdiri atas pegawai negri dan kaum terpelajar.
Orang kebanyakan disebut juga wong cilik, seperti petani,tukang,dan
pekerja kasar lainnya.priyayi dan bendara merupakan lapisan atas,
sedangkan wong cilik menjadi lapisan bawah.
Secara administrative,suatu desa
di jawa biasanya disebut kelurahan yang dikepalai oleh seorang lurah.
Dalam melakukan pekerjaan sehari-hari ,seorang lurah dengan semua
pembantunya disebut pamong desa. Pamong desa mempunyai dua tugas pokok,
yaitu tugas kesejahteraan desa dan tugas kepolisian untuk keamanan dan
ketertiban desa.
Adapun pembantu-pembantu lurah dipilih sendiri oleh lurah. Pembantu-pembantu lurah terdiri atas:
a) Carik, bertugas sebagai pembantu umum dan penulis desa.
b) Jawa tirta atau ulu-ulu, bertugas mengatur air ke sawah-sawah penduduk.
c) Jaga baya, bertugas menjaga keamanan desa.
Etika Seksual Jawa
Mengenai etika seksual di jawa
tidak ada superior ataupun interior,semua pria dan wanita sama saja.
Hanya tanggung jawabnya saja yang berbeda.dalam bidang seksual,
masyarakat jawa condong untuk bersikap tegas. pada setiap
perayaan-perayaan di desa, pria dan wanita duduk secara terpisah.
Para orang tua melarang keras
jika putrinya berjalan dengan seorang pria. Mereka berpendapat bahwa
anak muda tidak dapat menahan emosinya, Sehingga mereka takut terjadi
sesuatu kepada putrinya.
Kesimpulan
Pada dasarnya di Indonesia
merupakan bangsa yang paling banyak suku-nya diantara bangsa-bangsa yang
lain dan diantara suku-suku itu yang paling banyak jumlah penduduknya
yaitu suku bangsa Jawa sendiri yang menempati seluruh daerah Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan juga Jawa Barat. Adapun sistem kekerabatan yang
dianut oleh masyarakat Jawa lebih didasarkan pada prinsip keturunan
bilateral atau parental, sedangkan sistem klasifikasi dilakukan menurut
angkatan-angkatannya. Dalam sistem religi / kepercayaan suku Jawa
mayoritas Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar
masyarakat suku Bangsa Jawa. Walaupun ada sebagian lagi yang menganut
bukan agama Islam yaitu agama Nasrani, Hindu, Budha dan aliran Kejawen
DAFTAR PUSTAKA
- Kamlah, W ,1973 "philosophische Anthropology" , Mannheim/wien/Zurich ; Bibliographisches institute, Jakarta.
- Mulder, Niels. 1973 "Kepribadian jawa dan pembangunan nasional". Yigyakarta; Gadjah mada University press.
- Kodiran. 1975, "Kebudayaan Jawa", dalam Koentjaraningrat, Jakarta.
- Koentjaraningrat, 1975, "Antropology in Indonesia",Jakarta.
- Edel, May and Abraham edel, 1968. "Antropology and Ethics. The Press of Case Western Reserve University Press".
- Dewey, Alice G. "Antropology Agama" Jakarta ,1975.
- Kartodirdjo,1975 "sejarah nasional Indonesia", Jakarta; Departemen pendidikan dan kebudayaan, Jakarta.
- Koentjoroningrat, 1977 "system gotong-royong dan jiwa gotong royong", dalam berita anthropology, Jakarta
- Sajogo, 1978 "Lapisan masyarakat yang paling lemah di pedesaan jawa". Dalam prisma.Bandung.
- Drs.Eddy Supriyatno, 1994. "Bahan Acuan kegiatan belajar mengajar Antropologi" PT.Rakaditu, Jakarta.
- Yad Mulyadi, 1999. ”Antropologi" Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
like this article...
BalasHapuskarena artikelnya sangat membantu kmi dalam memahami suku jawa,.. di tambah donk adat dan kebiasaan suku jawa itu gmana?..
terima kasih telah berkunjung di blog saya.iya mbak,semoga saja ke depannya kami bisa mengulas lebih luas tentang Suku Jawa.Karena kami masih baru belajar di dunia blogging jadi kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pengunjung blog yang bersifat membangun. :)
BalasHapus